Iklan

DAFTAR WARTAWAN DISINI oleh redaksi investigasi
Redaksi Investigasi
Senin, 03 Maret 2025, Maret 03, 2025 WIB
Last Updated 2025-03-03T09:41:26Z
Bareskrim Dan Brigjen PolriBBM SubsidiDendaJakartaKriminal IlegalNasionalPertamina Patra NiagaPidanaPT PertaminaSulawesi Tenggara

Pegawai Pertamina Patra Niaga Terlibat Penyelewengan BBM Subsidi Di Sultra

 


JAKARTA, Investigasi.info - Seorang pegawai PT Pertamina Patra Niaga diduga terlibat dalam penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Kolaka, Sulawesi Tenggara.


Dugaan ini diungkap oleh Bareskrim Polri yang saat ini tengah menyidik kasus penyelewengan biosolar subsidi yang dilaporkan ke polisi sejak November 2024.


“Dugaan, oknum pegawai PT Pertamina Patra Niaga yang diduga memberikan perbantuan untuk melakukan penebusan kepada PT Pertamina untuk BBM jenis Biosolar,” ungkap Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Polisi (Pol) Nunung Syaifuddin, saat konferensi pers di Aula Bareskrim Polri, Jakarta, pada Senin (3/3/2025).


Nunung mengatakan, BBM subsidi hanya dapat diakses oleh pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) melalui ID khusus yang terhubung dengan MyPertamina.


“Pemilik SPBU atau SPBN dengan menggunakan ID khusus yang terkoneksi dengan MyPertamina melakukan transfer guna penebusan BBM bersubsidi ke PT Pertamina Patra Niaga atau PPN,” ujar dia.

Dalam kesempatan tersebut, Nunung tidak merinci apakah penebusan ke PT PPN dilakukan oleh oknum pegawai yang bersangkutan. Namun, dia menegaskan bahwa ada prosedur resmi yang harus dilalui pemilik SPBU untuk mendapatkan BBM subsidi yang akan disebarkan ke daerahnya. Dalam kasus ini, SPBU yang diduga terlibat penyelewengan adalah pihak swasta, bukan SPBU yang dikelola langsung oleh Pertamina. Selain oknum pegawai PT PPN, terdapat tiga orang lain yang juga diduga terlibat dalam persekongkolan ini.


Mereka adalah BK, pemilik gudang penimbunan ilegal; A, pemilik SPBU Nelayan di Poleang Tenggara; dan T, pemilik mobil tangki. Polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus ini, meskipun telah menyita 10.950 kubik liter BBM subsidi sebagai barang bukti. Nunung menjelaskan bahwa BBM subsidi yang seharusnya masuk ke SPBU dan SPBN di Poleang Tenggara, Kolaka, ditimbun di sebuah gudang ilegal. BBM tersebut kemudian dimasukkan ke mobil tangki yang biasanya digunakan untuk memuat solar untuk industri. 


“BBM subsidi ini dijual kembali dengan harga solar industri atau non-subsidi kepada para penambang dan juga dijual kepada kapal tug boat atau kapal tongkang,” ujar Nunung. Ia menambahkan bahwa biosolar subsidi dijual kepada penambang dan pemilik kapal tongkang dengan harga industri, yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga subsidi. “Kalau yang subsidi itu hanya Rp 6.800, yang non-subsidi bisa mencapai Rp 19.300. Jadi, per liter itu selisihnya adalah Rp 12.550,” papar Nunung. Berdasarkan pengakuan terduga pelaku, mereka dapat menimbun dan menjual kembali biosolar subsidi hingga 350.000 liter per bulan, dengan total keuntungan mencapai Rp 4.392.500.000.


Sejauh ini, para terduga pelaku mengaku telah mengoperasikan gudang ilegal mereka selama dua tahun, dengan total kerugian negara sementara diperkirakan mencapai Rp 105.420.000.000. Jika terbukti bersalah, para pelaku diancam dengan Pasal 40 Ayat 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 60 miliar.


Sumber : Kompas.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar